Ginda Ansori Desak Pemerintah Fasilitasi Penyelesaian Sengketa Tanah Adat di Pesawaran

0 13

Pesawaran (MIN) – Pengacara kondang asal Lampung, Ginda Ansori, SH, MH, menyampaikan pernyataan tegas terkait sengketa tanah adat di Tiyuh Halangan Ratu, Kecamatan Negeri Katon, Kabupaten Pesawaran, yang selama puluhan tahun diklaim dan dikelola oleh PTPN I Regional 7 untuk perkebunan kelapa sawit.

Pernyataan tersebut disampaikan Ginda Ansori saat kegiatan silaturahmi bersama masyarakat adat di lokasi sengketa pada 30 Desember 2025.

Dalam kesempatan itu, ia mendesak pemerintah agar segera memfasilitasi penyelesaian konflik agraria yang telah berlangsung sekitar 44 tahun, agar tidak terus merugikan masyarakat adat maupun pihak perusahaan.
Sengketa Tanah Adat Puluhan Tahun

Masyarakat adat Marga Way Semah mengklaim lahan seluas kurang lebih 988 hektare sebagai tanah ulayat. Klaim tersebut didasarkan pada berbagai bukti, antara lain catatan pajak sejak era 1960-an, keberadaan situs sejarah, makam leluhur, serta sumber mata air (umbul) yang masih digunakan hingga kini.

Sementara itu, PTPN I Regional 7 Rejosari Natar diduga mengelola lahan tersebut tanpa adanya alas hak yang jelas atau persetujuan adat. Masyarakat menilai kondisi ini bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, termasuk Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 serta Undang-Undang tentang Perkebunan.

Konflik agraria ini telah berlangsung lama dan memicu berbagai aksi masyarakat, salah satunya Temupakat Adat yang digelar pada 15 Desember 2025 sebagai bentuk konsolidasi dan tuntutan penyelesaian hak ulayat.

Pernyataan Ginda Ansori
Dalam rekaman pernyataannya, Ginda Ansori menegaskan dirinya menjadi bagian dari perjuangan masyarakat adat untuk mengembalikan hak atas tanah ulayat tersebut.

“Persoalan ini tidak boleh terus diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Harus ada penyelesaian yang adil dan bermartabat,” ujar Ginda.

Ia juga menyoroti dugaan tidak adanya alas hak yang kuat dari pihak perusahaan. Menurutnya, masyarakat adat memiliki hak historis karena telah ada dan mengelola wilayah tersebut jauh sebelum negara maupun perusahaan berdiri.

Sebagai solusi, Ginda mengusulkan agar pemerintah memfasilitasi dialog terbuka antara masyarakat adat dan PTPN, termasuk kemungkinan kerja sama atau pola kemitraan yang saling menguntungkan.

Upaya Penyelesaian oleh Pemerintah

Upaya penyelesaian konflik mulai mendapat perhatian berbagai pihak. DPRD Provinsi Lampung melalui Komisi I menyatakan kesiapan untuk memfasilitasi dialog antara masyarakat adat dan pihak PTPN I.

Selain itu, Pemerintah Provinsi Lampung juga telah menerima aspirasi warga terkait konflik agraria tersebut. Sebelumnya, masyarakat adat sempat merencanakan audiensi ke Pemprov Lampung pada akhir Oktober 2025 untuk meminta kejelasan dan perlindungan hak adat.

Masyarakat berharap pemerintah pusat dan daerah dapat segera mengambil langkah konkret agar sengketa tanah adat di Tiyuh Halangan Ratu dapat diselesaikan secara adil, damai, dan berkelanjutan. (Red).

Leave A Reply

Your email address will not be published.