Kasus TPPO Terhadap Anak di Bawah Umur Dikawal Komisi IV DPRD Kota Bandar Lampung
BANDAR LAMPUNG (MI-Net)– Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang menimpa seorang anak di bawah umur di Kota Bandar Lampung kembali menjadi sorotan.
Keluarga korban melaporkan kasus ini secara langsung kepada anggota DPRD Kota Bandar Lampung dari Fraksi Gerindra, Dewi Mayang Suri Djausal, yang kemudian segera mengambil langkah untuk memastikan kasus ini dikawal dengan serius.
Mayang, yang mewakili Ketua Komisi IV DPRD Kota Bandar Lampung, menyatakan bahwa ia berkomitmen untuk mengawal kasus ini hingga tuntas.
Menurutnya, kasus ini sangat memprihatinkan, terutama karena melibatkan korban berusia di bawah umur yang telah mengalami pengalaman traumatis selama kurang lebih dua setengah tahun.
“Kasus ini bukan hanya sekadar pelanggaran hukum, tetapi juga bentuk kejahatan yang merenggut masa depan anak-anak. Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) harus dihilangkan dari masyarakat kita,” ungkap Mayang kepada media ini, pada Senin (11/11/2024).
Selain itu, Mayang menekankan pentingnya perhatian dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah hingga organisasi masyarakat, untuk mencegah terjadinya kasus serupa.
Ia meminta agar korban mendapatkan pendampingan psikologis selama proses hukum berlangsung untuk membantu memulihkan kondisi mentalnya.
“Saya berharap Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPA) serta Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) memberikan perhatian lebih kepada korban ini,” ujarnya.
Kasus ini sudah memasuki tahap persidangan dengan beberapa pelaku berhasil diamankan oleh pihak kepolisian. Lebih lanjut, Mayang berharap agar Pengadilan Negeri Tanjung Karang, DPRD Provinsi Lampung khususnya Komisi V, serta DPR RI memberikan perhatian serius terhadap kasus ini.
“Ini bukan hanya persoalan hukum, tetapi juga menyangkut masa depan anak bangsa. Kita melalui DPRD berharap kasus ini mendapatkan penanganan dan hukuman yang setimpal,” jelasnya.
Di sisi lain, pendamping hukum korban, Muhammad Rifki Gandhi dari kantor Hukum WFS, menyampaikan bahwa intimidasi terhadap korban masih terus berlangsung hingga saat ini. Rifki mengungkapkan bahwa pihaknya mendampingi korban berinisial DE (17) dalam proses pelaporan kepada Komisi IV DPRD Bandar Lampung, agar korban mendapatkan perlindungan maksimal dari ancaman intimidasi.
“Kami mendampingi korban untuk mendapatkan atensi khusus dari DPRD, karena rumah korban beberapa kali didatangi oleh Orang Tak dikenal (OTK) yang memintanya agar memaafkan pelaku. Kami khawatir intimidasi ini akan mempengaruhi kondisi mental korban,” kata Rifki.
Ia berharap kehadiran mereka di Komisi IV DPRD Kota Bandar Lampung dapat memperkuat perlindungan hukum bagi korban.
“Semoga pelaku diberikan hukuman maksimal. Terima kasih kepada DPRD dan seluruh pihak yang sudah memberikan perhatian dan bantuannya,” ucapnya.
Dalam persidangan yang sedang berlangsung, terungkap kronologi kejahatan yang melibatkan terdakwa dan beberapa saksi. Berdasarkan keterangan di persidangan, kasus ini bermula ketika terdakwa mengenal saksi Ayu Restiana, seorang teman lama sejak Desember 2022. Korban DE, yang merupakan teman Ayu Restiana, diperkenalkan kepada terdakwa pada Februari 2023, kemudian saksi lain bernama Anisa Febriani juga terlibat sejak Maret 2024.
Pada Mei 2024, saksi Ayu Restiana mulai mengenalkan terdakwa kepada korban dengan tujuan mencari tamu yang ingin melakukan tindakan asusila. Terdakwa diduga menggunakan aplikasi MIChat dengan menggunakan foto korban DE untuk menawarkan layanan tidak senonoh di sebuah hostel di kota Bandar Lampung.
Dalam penawarannya, terdakwa menuliskan “STAY Tango Hostel Rp.800.000” di aplikasi, dan ketika seseorang tertarik, terdakwa langsung menghubungi korban dengan kode khusus. Meskipun terdakwa mengklaim tidak menerima imbalan langsung dari kegiatan tersebut.
Korban DE bersama terdakwa dan saksi Ayu Restiana menggunakan uang hasil transaksi tersebut untuk membeli handphone iPhone XR dan dua unit iPhone 11 senilai Rp.15 juta, dengan cicilan sebesar Rp.2,25 juta selama sepuluh kali.
Berdasarkan keterangan korban, ia juga mendapatkan intimidasi dan kekerasan dari para pelaku tidak mendapatkan pelanggan. Selain itu, ia rutin membayar cicilan melalui Ayu Restiana, namun terdapat sejumlah pembayaran yang belum terbayarkan secara tuntas, yang kemudian dibantah oleh Ayu Restiana.
Kasus perdagangan orang yang melibatkan anak ini telah membuka mata banyak pihak, terutama pemerintah daerah dan lembaga perlindungan anak. Dengan adanya pengawalan dari DPRD Bandar Lampung dan dukungan hukum yang diberikan, diharapkan korban mendapatkan keadilan yang layak dan pelaku diberikan hukuman sesuai dengan tindakannya.
Komitmen dari semua pihak, terutama aparat penegak hukum dan lembaga legislatif, menjadi kunci untuk memastikan kasus ini tuntas dan memberikan perlindungan bagi korban-korban lain di masa depan. (***)