Program kampus merdeka belajar yang digagas melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menjadi alat dongkrak pemerintah meningkatkan kualitas daya saing bagi tenaga pendidik maupun pelajar.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim bahkan mengajak mahasiswa lebih aktif bergerak untuk memeratakan mutu pendidikan di daerah-daerah tertinggal.
“Melalui Kampus Mengajar 2021, saya ingin menantang kalian (mahasiswa) untuk juga mengatakan ‘saya mau’, yakni mau membantu mengubah tantangan tersebut menjadi harapan. Saya mengajak mahasiswa dari seluruh Indonesia untuk beraksi, berkolaborasi dan berkreasi selama 12 minggu untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah dasar, terutama yang di daerah 3T,” sebut Nadiem dalam acara Peluncuran Kampus Mengajar secara daring pada Selasa (9/2).
Namun, program ini satu program cukup berat bagi institusi perguruan tinggi di wilayah Indonesia Timur, seperti Provinsi Maluku.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Maluku, pada tahun 2010 angka partisipasi murni (APM) penduduk berkesempatan menjejal bangku perguruan tinggi sebesar 15, 13 persen. Kemudian pada 2011 meningkat menjadi 16,66 persen, tahun berikutnya 24,91 persen. Satu tahun kemudian 31,69 persen. Sementara belum ada data terbaru pada 2014 sampai saat ini.
Untuk Maluku Utara, angka partisipasi murni di perguruan tinggi pada tahun 2015 sebesar 10.53 persen. Persentase kemudian meningkat menjadi 13,56 persen pada tahun 2018.
APM merupakan proporsi jumlah anak pada kelompok usia sekolah tertentu yang sedang bersekolah pada jenjang pendidikan sesuai usianya.
Minim Dosen Bergelar Magister
Wakil Rektor Universitas NUKU, Tidore, Maluku Utara, Yusuf Kamis mengatakan, program yang digagas era Menteri Nadiem Makarim itu cukup bagus untuk mendorong institusi pendidikan bersaing dengan kualitas yang sama. Namun program itu menjadi terjal saat dihadapkan dengan kapasitas sumber daya manusia yang dimiliki.
“kami di Universitas NUKU, Tidore, Maluku Utara, untuk berupaya agar supaya konsep yang baru ini terutama kami di daerah ini, ada banyak problem kekurangan yang berkaitan dengan berbagai macam hal terutama infrastruktur termasuk sumber daya manusia yang tersedia,” kata Wakil Rektor III Universitas NUKU, Yusuf Kamis saat berbincang dengan merdeka.com beberapa pekan lalu.
Kendala sumber daya manusia yang dimaksud yakni minimnya kuantitas pengajar dengan latar belakang magister dan doktor. Padahal, universitas tengah bersiap menambah dua jurusan untuk menyesuaikan kebutuhan pasar.
“Terbatas sekali tenaga yang doktor, masih sangat terbatas kendalanya di situ tenaga pendidik yang tingkat pendidikannya jauh lebih tinggi,” ucapnya.
Mengutip data dari pddikti.kemdikbud.go.id, jumlah dosen dengan pendidikan tertinggi S2 sebanyak 207.586 orang, sedangkan dosen dengan pendidikan tertinggi S1 sebanyak 30.612. Dari data tersebut, menunjukkan dosen dengan pendidikan tertinggi pada magister lebih banyak dibanding strata 1. Hanya saja, jumlahnya tidak tersebar secara merata.
Di Maluku Utara, dosen perguruan tinggi swasta sebanyak 841 orang sedangkan dosen perguruan tinggi negeri 517 orang. Sementara di Maluku dosen perguruan tinggi swasta 707 orang, sedangkan dosen perguruan tinggi negeri 1.364 orang.
Patut diketahui perguruan tinggi di Maluku dan Maluku Utara didominasi oleh swasta.
Yusuf menambahkan, pihaknya optimis akan mampu menjalankan program merdeka belajar kendali dengan segala keterbatasan.
Rasa optimis muncul dari jumlah alumni terserap menjadi tenaga kerja.
Data yang diberikan kepada merdeka.com, jumlah tenaga kerja alumni Universitas NUKU hingga 2020 sebanyak 1.653 orang. Sebanyak 60 persen bekerja di lembaga pemerintahan, 20 persen lembaga swasta, 15 persen usaha mandiri dan kolaborasi.
Sosialisasi Merdeka Belajar Belum Diterima Baik Perguruan Tinggi
Berbeda dengan kendala SDM yang dihadapi Universitas NUKU, Wakil Rektor IV bidang mutu Universitas Bumi Hijrah, Muhammad Nur Soleman mengatakan, tempatnya mengajar tidak terkendala dengan kapasitas SDM.
Dosen telah disediakan dari pihak yayasan Bumi Hijrah. Nur menjelaskan, agar kurikulum dan mutu dosen sesuai dengan kebutuhan industri, pihak universitas melakukan kerja sama dengan universitas lain yang memiliki akreditasi lebih baik dibanding Bumi Hijrah.
“SDM sudah sesuai ketentuan prodi, tapi dalam konsep kita suka kerja sama dengan universitas terakreditasi baik, kita undang mereka, berikan kuliah umum, kemudian kuliah tamu.”
Jika mutu SDM dianggap tidak lagi menjadi aral, justru sosialisasi Kemendikbud terkait program merdeka belajar menjadi tantangan tersendiri bagi institusi pendidikan tempat Nur mengajar.
Hingga saat ini, Nur dan pihak universitas tidak memahami dengan jelas pelaksanaan merdeka belajar. Sekilas, apa yang diketahui Nur adalah merdeka belajar adalah konsep pembelajaran baru di dunia pendidikan. Seperti memberikan tambahan durasi magang bagi para mahasiswa. Mempersilakan para mahasiswa mengambil mata kuliah yang diminati.
Meskipun sosialisasi program merdeka belajar telah dilakukan dari pihak Kemendikbud, namun penjelasan hanya disampaikan secara virtual dengan berbagai keterbatasannya,seperti jaringan, atau durasi sosialisasi.
“Dosen kami juga belum terlalu baik memahami konsep merdeka belajar dan kampus merdeka, kami masih belum paham benar sehingga kami kesulitan dalam menerapkan merdeka belajar. Kemarin ada sosialisasi virtual cuma di situ terbatas baru diikuti sejumlah orang jadi kami kesulitan dalam memahaminya tapi kami berusaha dan memahami terus,” jelasnya.
Bajet Cekak Hambatan Universitas Tingkatkan Fasilitas
Tantangan lain muncul saat fasilitas penunjang universitas terbatas. Baik universitas NUKU dan Bumi Hijrah sama-sama terkendala biaya untuk mengadakan atau menambah fasilitas penunjang, seperti laboratorium.
“Laboratorium itu sangat dipakai untuk teknik, kelautan misalnya atau jurusan-jurusan yang berhubungan dengan laboratorium,,” kata Yusuf.
Sadar institusinya mengalami kendala pada biaya, Yusuf menuturkan, masalah itu diatasi dengan kerja sama dengan pemerintah daerah setempat. Dari hasil kerja sama itu, sedikitnya dapat menopang kebutuhan mahasiswa.
Sementara upaya penyelesaian masalah biaya yang dilakukan Universitas Bumi Hijrah adalah mengajukan proposal dana ke Kemendikbud melalui Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LL Dikti) wilayah XII. Namun, dana hibah dikatakan Nur tak kunjung cair meski secara syarat yang ditentukan telah dipenuhi pihak universitas.
“Sebenarnya ada program dana hibah untuk universitas swasta cuma program ini juga sampai hari ini kami tidak memperolehnya kami tidak tahu sistemnya seperti apa, selalu terhambat karena sistem,” ujar Nur.
Dari keterbatasan dua universitas tersebut, perlu ada peningkatan kuantitas dosen dengan pendidikan tertinggi magister. Hal ini sebagai penunjang kualitas para mahasiswa saat terjun ke dunia industri. Selain itu, perlu transparansi mengenai syarat dan ketentuan pencarian dana hibah terhadap perguruan tinggi swasta.
merdeka.com/peristiwa/jalan-terjal-pendidikan-maluku-jalani-kampus-merdeka.html