Bandar Lampung (MI-Net) – Mencuatnya kasus kerugian negara PT. Lampung Energi Berjaya (PT. LEB) anak perusahaan BUMD PT. Lampung Jasa Utama (PT. LJU) yang ditangani oleh Kejaksaan Tinggi Lampung menjadi perhatian masyarakat Lampung bahkan nasional.
DPP GAMAPELA yang memang konsen terhadap pembangunan Provinsi Lampung, menduga kasus PT. LEB merupakan kejahatan yang terstruktur dan terkoordinasi, harus diungkap secara serius bukan hanya oleh APH, tetapi juga oleh DPRD Provinsi Lampung yang juga sebagai pemegang mandat terhadap tata kelola Pemerintah Provinsi Lampung.
” PT. LEB menandatangani perjanjian dengan Pertamina Hulu Energi (PHE-OSES) pada bulan September Tahun 2022, saat itu belum ada Perda atau Pergub PT. LEB nya. Baru di Tahun 2023 pada bulan April 2023 Gubernur Lampung mengeluarkan Perda Gubernur Lampung Nomor 1 Tahun 2023 tentang perubahan kedua atas Peraturan Daerah Provinsi Lampung nomor 2 Tahun 2009 tentang pembentukan BUMD PT. Lampung Jasa Utama, yang isinya, PT. LJU membentuk anak perusahaan yaitu PT. LEB. Dalam Pergub itu sendiri dijelaskan bahwa PT. LEB dibentuk berdasarkan RUPS PT. LJU Tahun 2019, juga dijelaskan dalam Peraturan Gubernur tersebut, sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 37 Tahun 2016 ayat 6 pasal 7 kewenangan pembentukan anak perusahaan wajib dicantumkan dalam Perda dan tidak hanya melalui RUPS. Disimpulkan juga bahwa PT. LEB tidak dapat melakukan pengelolaan Participacing Interest (PI) 10%, ini bukan Gamapela yang membuat, tapi dalam Pergub itu sendiri, ” kata Tonny Bakri Ketua Umum DPP GAMAPELA didampingi Sekretaris Umum Johan Alamsyah, S.E.
” Berdasarkan investigasi tim Gamapela Institut, DPRD Provinsi Lampung Periode 2019-2024 mengetahui peristiwa ini, maka mereka harus ikut bertanggung jawab atas kisruh yang terjadi pada PT.LEB, DPRD Provinsi Lampung saat itu telah melakukan pembiaran terhadap kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Provinsi Lampung ataupun dasar pembentukan PT. LEB sebagai pengelola PI. Sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada 9 juta penduduk Provinsi Lampung, maka kami minta DPRD Provinsi Lampung Periode 2024-2029 saat ini, wajib memanggil pejabat Pemerintah Provinsi Lampung saat itu sampai dengan mantan pimpinan DPRD Provinsi Lampung Periode 2019-2024, termasuk juga mantan Sekdaprov Fahrizal Darminto yang saat itu sebagai Ketua TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) Provinsi Lampung, ” lanjut Johan Alamsyah.S.E, Sekretaris Umum DPP GAMAPELA.
Lanjutnya, dalam dokumen Peraturan Gubernur Nomor 1 Tahun 2023, dalam penjelasannya, badan usaha pengelola Participacing Interest diwajibkan dibentuk dalam badan usaha daerah bukan saja melalui RUPS tapi juga harus melalui Perda, sesuai dengan Permen ESDM 37 Tahun 2016 ayat 3 Pasal 7 mewajibkan perusahaan dalam bentuk badan usaha milik daerah dan harus diperkuat dengan Perda.
” Sampai dengan saat ini tidak ada Perda yg dikeluarkan DPRD Provinsi Lampung ataupun Peraturan Gubernur Lampung yang mengatur soal PT.LEB sebagai pengelola Participacing Interest (PI) dan petunjuk teknis lainnya sesuai dengan peraturan yang berlaku, ” imbuh Johan Alamsyah.
Menurutnya, dari hasil kajian Gamapela Institut menduga ada kejahatan anggaran yang terstruktur sistematis yang dilakukan Pemerintah Provinsi Lampung dan DPRD Provinsi Lampung melalui PT. LJU sebagai induk BUMD. Seharusnya masalah ini bisa dicegah lebih dini oleh pimpinan DPRD Periode 2019-2024 karena pimpinan DPRD merangkap sebagai pimpinan Badan Anggaran DPRD Provinsi Lampung 2019-2024. Pimpinan DPRD Provinsi Lampung saat itu pasti mengetahui soal detail pendapatan dan belanja daerah karena kasus ini menyangkut dana Participacing Interest (PI) antara tahun 2020-2024.
” Karena hampir setengah triliyun uang pengelolaan PI untuk penerimaan pendapatan daerah Provinsi Lampung yang hilang, kami meminta DPRD Provinsi Lampung Periode 2024- 2029 melakukan fungsinya terhadap kasus PT. LEB ini, dengan membentuk Pansus Terbuka ataupun RDP terbuka seperti kasus Bank Century, “tegasnya.
Apalagi, lanjut Johan, DPRD sudah didukung dengan anggaran yg sangat besar, harus bisa menunjukkan kinerja yang maksimal kepada masyarakat Provinsi Lampung yang sudah memilih para wakil rakyatnya dan telah membayar pajak serta berkontribusi terhadap APBD Lampung yang hampir Rp. 8 Triliun, sudah saatnya kita memajukan Provinsi Lampung dimulai dengan kepedulian kita.
” Jangan sampai BUMD di Provinsi Lampung ini menjadi bancakan pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi Lampung, ini harus menjadi perhatian buat DPRD Provinsi Lampung Periode 2024-2029, jangan terjadi lagi dikemudian hari, ini menyangkut uang rakyat yang seharusnya digunakan untuk kemajuan Provinsi Lampung, berimplikasi positif terhadap kesejahteraan masyarakat Provinsi Lampung. Makanya kenapa kami meminta Kejaksaan Agung RI mengambil alih kasus PT. LEB ini, supaya Kejaksaan Tinggi Lampung serius dalam menangani kasus PT. LEB ini, selama ini kasus korupsi besar di Provinsi Lampung apalagi yang melibatkan pejabat yang ditangani Kejaksaan Tinggi Lampung tidak pernah ada sampai dengan putus hukuman di pengadilan. Sehingga menimbulkan penilaian yang negatif terhadap APH, ” Pungkas Tonny Bakri. (***)