Bandar Lampung (MI-Net) – LSM Gerakan Masyarakat Pemantau Pembangunan Lampung (Gamapela) mengajak masyarakat Lampung mendorong DPRD Provinsi Lampung membentuk Panitia Khusus (Pansus) terbuka untuk membongkar perkara dugaan kasus korupsi PT. Lampung Energi Berjaya (PT. LEB) yang merupakan anak perusahaan daerah PT. Lampung Jasa Utama (LJU), hal ini disampaikan saat jumpa pers di RM Begadang di Jalan Soekarno-Hatta By pass Way Halim Kota Bandar Lampung, pada Jum’at (15/11/2024).
Sekretaris Umum Gamapela, Johan Alamsyah, SE mengatakan, bahwa PT. LEB berjalan tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri ESDM nomor 37 Tahun 2016.
Dia menjelaskan, bahwa dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa suatu badan usaha daerah pengelola Participacing Interest (PI) harus melaksanakan kegiatan berdasarkan Perda (Peraturan Daerah).
Dia melanjutkan, berdasarkan Pergub Nomor 1 tahun 2023, ternyata PT. LEB beroperasi berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Di mana, PT LEB dibentuk pada Tahun 2019 sesuai Berita Acara RUPS PT. LJU dan disahkan pendiriannya melalui Akta Notaris Nomor 32 tanggal 9 Juli 2019.
“Di Permen ESDM nomor 37 tahun 2016 itu BUMD pengelola Participacing Interest (PI) harusnya beroperasi berdasarkan Perda, bukan RUPS dan dana Participating Interest (PI) Itu semestinya masuk ke kas daerah, bukan ke rekening pribadi,” ujar Johan.
“Di Pergub Nomor 1 tahun 2023, ternyata PT. LEB dimasukkan ke dalam Pergub tapi bukan perda khusus untuk PT. LEB, melainkan untuk PT. LJU,” jelasnya.
Atas dasar tersebut, kata Johan, pihaknya melihat dugaan adanya pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Lampung.
“Maka dari itu, kami selain meminta Kejati Lampung Serius menangani perkara ini sampai tuntas, kami juga mengajak masyarakat Lampung mendesak agar DPRD Provinsi Lampung membentuk Pansus Terbuka untuk mengusut persoalan ini sampai tuntas, disinilah letak kepedulian kita” tegasnya.
“Publik harus tahu ini, karena kami melihat ini seperti kasus Bank Century, karena kenapa PI ini dikelola di anak perusahaan daerah, dugaan kami supaya tidak bisa diawasi oleh pihak external, uang hampir setengah triliyun setiap tahun masuk ke PT. LEB dikelola oleh PT. LEB dan disetor ke PT. LJU dalam bentuk deviden, artinya kalau PT. LEB untung maka keuntungan diberikan ke PT. LJU, dikelola oleh PT. LJU, kalau PT. LJU rugi ya tidak ada pendapatan Pemerintah Provinsi Lampung, keberadaan PT. LEB ini seperti ditutup-tutupi. Karena di Pergub nomor 1 Tahun 2023 itu sendiri dinyatakan bahwa PT. LEB tidak berhak mengelola PI,” imbuhnya.
Selain itu, kata dia, kejanggalan lain yang mereka temukan, ternyata Pergub nomor 1 tahun 2023 itu hanya ditandatangani Kepala Biro Hukum Pemerintah Provinsi Lampung.
“Pergub nomor 1 Tahun 2023 itu juga yang menandatangani hanya Kepala Biro Hukum Puadi Jailani tertanggal 12 April 2023, bukan ditandatangani oleh Gubernur Sebagai Kepala Daerah, dan Sekretaris Daerah Provinsi juga tidak ada tandatangannya,” kata dia.
“Atas dasar ini kami minta agar seluruh masyarakat Lampung mendorong DPRD Lampung membentuk Pansus secara terbuka, kita harus lihat kemauan dan kemampuan anggota DPRD Lampung yang baru ini, karena dana PI ini adalah hak nya masyarakat Lampung dan masyarakat perlu mengetahui kemana aliran dana PI ini, serta mendalami apakah ada keterlibatan oknum pejabat Pemerintah Provinsi Lampung dan oknum anggota DPRD Lampung,” tambahnya.
“Karena semestinya dana PI ini masuk ke Kas daerah, bukan masuk ke rekening-rekening yang disebutkan oleh Kejati, di mana mereka menyita di 8 lokasi dan telah menyita uang senilai 61 miliar, Kejati harus menyampaikan ke masyarakat ke rekening siapa dan dana PI masuk ke Bank apa, rekening atas nama siapa, ” pungkasnya.
Sementara Ketua Umum Gamapela, Tonny Bakri mengatakan setelah kami melakukan pendalaman dan pengkajian oleh tim Gamapela Institut pihaknya menemukan banyak kejanggalan dari perkara PT. LEB ini.
Tonny Bakri minta Kejaksaan Tinggi Lampung mengusut tuntas dengan sebenar-benarnya untuk menegakkan hukum dalam menangani proses ini.
“ Kami minta agar DPRD Lampung membentuk Pansus terbuka untuk menelusuri perkara ini sampai masyarakat Lampung ini mendapat kejelasan terkait aliran dana dan siapa saja yang terlibat,” ucapnya.
Untuk diketahui, perkara ini bermula saat Kejati Lampung melakukan penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi terhadap pengelolaan dana Participating Interest (PI) 10 persen pada wilayah kerja Offshore South East Sumatera (WK OSES) senilai USD 17,268,000.
Dalam perkara dugaan korupsi ini, Kejaksaan Tinggi Lampung telah menyita uang mencapai lebih dari Rp.61 miliar.
Aspidsus Kejati Lampung, Armen Wijaya mengatakan, bahwa penyitaan ini dilakukan setelah pihaknya memeriksa total 17 orang saksi dari PT LEB, PT LJU, PDAM Wai Guru Lampung Timur, Pemerintah Provinsi Lampung dan pemerintah Kabupaten Lampung Timur.
“Total penyelamatan yang kami lakukan keseluruhan yakni sebesar Rp, 61,024 miliar, dan juga kami juga melakukan pengamanan terhadap berupa aset mobil maupun satu unit sepeda motor,” ujar Armen, Selasa (12/11/2024).
Meski begitu, Armen mengatakan jika saat ini pihaknya masih melakukan pendalaman keterangan saksi sebelum melakukan penetapan tersangka
“Bahwa kami dalam melaksanakan kegiatan ini dengan perkembangan masih tahap pemeriksaan saksi-saksi,” jelasnya
“Tentunya untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi, dan guna menemukan tersangkanya,” pungkasnya.(***)