Demo UU Cipta Kerja Di DPRD Provinsi Lampung Ricuh. Satu Wartawan Ditangkap Polisi

BANDARLAMPUNG (MiN) – Wakil Ketua II bidang hukum Pemerhati Jurnalis Siber (PJS) Provinsi Lampung Fajar Arifin, S.H sesalkan adanya intimidasi dan penangkapan terhadap jurnalis yang meliput demontrasi oleh ratusan mahasiswa terkait penolakan pengesahan UU Cipta Kerja di depan Komplek kantor DPRD Lampung yang berakhir ricuh, Kamis kemarin (30/3/23).

Ya, wartawan Fajarsumatera.co.id dipaksa untuk menghapus foto adanya pemukulan yang diduga dilakukan oknum polisi kepada demonstran saat kericuhan terjadi.

Ketua Harian Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Provinsi Lampung itu juga bahkan mengecam adanya penangkapan yang dilakukan aparat kepolisian terhadap salah satu jurnalis Radio Kampus Universitas Lampung (Rakanila) yang tengah melakukan peliputan.

” Saya dapat kabar kalau ada wartawan Radio Kampus Unila ditangkap oleh Oknum anggota polisi. Ini gimana kok bisa terjadi, ” ucapnya.

Fajar menegaskan bahwa tugas-tugas jurnalistik wartawan dilindungi oleh undang-undang. Bahkan ada ancaman pidana bagi yang menghalangi kerja wartawan.

” Dalam menjalankan tugasnya sebagai wartawan, jurnalis dilindungi oleh UU No. 40/1999 tentang Pers. Jurnalis ini mewartakan peristiwa yang terjadi, bukan ikut melakukan demo, kenapa harus diintimidasi bahkan ditangkap? ” ucap Pria yang juga menjadi Ketua Harian Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Provinsi Lampung itu, Jumat (31/3/23).

Menurutnya, dalam UU pers jelas menyatakan bahwa setiap orang yang menghambat, menghalangi kerja wartawan menjalankan tugas jurnalistiknya teancam hukuman dipidana.

” Aturannya jelas, Pasal 18 ayat (1) UU Pers Nomor 40 tahun 1999 menyebutkan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta, ” tutur advokat berjuluk pengacara siaga itu.

Untuk itu, ia meminta kepada Kapolresta Bandar Lampung untuk mengintruksikan anak buahnya untuk bersikap humanis saat menghadapi adanya massa demonstrasi, terlebih kepada para wartawan yang melakukan peliputan.

“Kedepankan persuasif, jangan represif lah. Mereka yang demo itu anak bangsa juga. Terlebih kepada para jurnalis yang tengah melakukan peliputan, jangan sampai mereka jadi korban, ” ucapnya.

Ia juga tegas meminta Kapolresta Bandar Lampung untuk melepaskan jurnalis Rakanila yang ditangkap.

” Lepaskan wartawan yang sedang jalankan tugasnya, jangan sampai ini menjadi preseden buruk bagi kemerdekaan pers di Lampung, ” tegasnya.

Sementara itu, Manajer Reportasi Rakanila Meliyani Lutfiah menyebut bahwa ada 3 wartawan Rakanila yang melakukan peliputan kemarin.

“Saya selaku Manajer Reportase yg kemarin ikut meliput, kami bertiga yaitu saya sendiri, April dan juga Belva memang hadir pada aksi tersebut untuk meliput aksi pada hari itu dan bukan datang sebagai pendemo. Untuk kronologinya kemarin itu kami bertiga selaku reporter sudah menjauhi area gedung DPRD karena terjadi kericuhan, sekitar pada jam Ashar keadaan sudah mulai kondusif dan kami hendak pulang, rekan kami bernama Belva Mahardika hendak pulang menggunakan sepeda motor tetapi dia lewat jalan depan karena motornya di arah sana, saat hendak mengambil sepeda motor tiba – tiba keadaan mulai ricuh kembali dan saya terpisah dengan Belva, dan setelah keadaan mulai kondusif lagi saya dapat kabar dari Belva bahwa dia ditahan. untuk detail identitas rekan kami itu bernama Belva Mahardika dari Jurusan Hubungan Internasional 2021,” jelas Manajer Reportase Rakanila, Meliyani Lutfiah.

Dilansir dari Fajarsumatera.co.id, Wartawan Fajarsumatera.co.id Agung Kurniawan mengatakan, bahwa dirinya di kelilingi beberapa oknum Polisi di akibatkan merekam sebuah kejadian pemukulan yang dilakukan aparat kepada mahasiswa yang ditangkap oleh anggota Polri.

“Rame yang mengelilingi saya dan ada yang bilang pukul aja kalau tidak menghapus video itu,” kata Agung kepada media ini, Kamis (30/03/23).

Untuk itu, kata Agung, yang biasa meliput dilingkungan DPRD tersebut, dirinya terpaksa menghapus video tersebut karena merasa mendapatkan ancaman pada saat kejadian.

“Ada beberapa oknum Polisi yang mau merebut handphone saya, saya bilang ini handphone – handphone saya, gak usah ngerampas, ini hak saya, kalau mau minta dihapus sabar, bisa bicara baik – baik, saya ini dari media pak,” ungkapnya.

Selain itu, sambung Agung, setelah di kelilingi oleh Polisi yang meminta hapus video itu, beberapa rekan media yang bisa bersamanya mencoba melerai bahwa ini adalah seorang jurnalis .

“Waktu saya dikelilingi oknum polisi itu, kawan saya Dedi dari Medialampung.id dan Virgo dari media cetak Harian Kandidat datang, dan bilang santai pak ini kawan saya,” tandasnya. (red).

Comments (0)
Add Comment