Bandar Lampung (MI-NET) —
Ketegangan baru dalam penegakan hukum di Lampung mencuat. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) PRO RAKYAT resmi melayangkan laporan pengaduan masyarakat ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bandar Lampung terkait dugaan kerugian keuangan negara pada Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Bandar Lampung, sebagaimana tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Tahun 2024.
Surat pengaduan dengan Nomor: 312/DinasPU-Bandar-Lampung/LSM-PR/X/2025 tertanggal 2 Oktober 2025, telah diterima dan dibalas secara resmi oleh Kejati Lampung melalui surat Nomor: B-6864/L.8.5/Fd.1/10/2025 tertanggal 29 Oktober 2025. Dalam surat tersebut, Kejati Lampung menyatakan telah meneruskan laporan LSM PRO RAKYAT ke Kejari Bandar Lampung untuk diproses sesuai ketentuan.
Namun, LSM PRO RAKYAT menilai langkah tersebut tidak cukup menjamin independensi penanganan perkara, mengingat adanya potensi conflict of interest antara Pemkot Bandar Lampung dan Kejati Lampung.
Ketua Umum LSM PRO RAKYAT Aqrobin A.M, didampingi Sekretaris Umum Johan Alamsyah, S.E., kepada awak media di kantor LSM PRO RAKYAT, Pahoman, Bandar Lampung, Senin (3/11/2025), mengungkapkan kekhawatiran adanya konflik kepentingan serius karena pada Tahun Anggaran 2025 dan 2026, Pemerintah Kota Bandar Lampung menganggarkan hibah sebesar Rp60 miliar dari APBD untuk pembangunan gedung baru Kejati Lampung.
“Fakta hibah ini membuat Kejaksaan tidak berada pada posisi netral. Bagaimana publik bisa percaya pada proses hukum jika lembaga penegak hukumnya menerima dana dari pihak yang sedang dilaporkan? Ini sangat berbahaya bagi integritas hukum di daerah,” tegas Aqrobin.
Menurutnya, dugaan kerugian negara pada Dinas PU Kota Bandar Lampung yang diungkap dalam LHP BPK RI 2024 seharusnya menjadi prioritas penegakan hukum tanpa pandang bulu. Namun dengan adanya hibah tersebut, ia khawatir kasus ini akan dibekukan secara halus dengan alasan administratif atau teknis.
Sementara itu, Sekretaris Umum LSM PRO RAKYAT Johan Alamsyah, S.E., menilai Kejari Bandar Lampung kehilangan independensi akibat hubungan pemberi dan penerima hibah.
“Kendati Kepala Kejari dan Kasipidsus yang baru belum terlibat langsung dalam kasus lama, kami yakin mereka tidak akan berani mengambil langkah tegas terhadap perkara yang bersinggungan dengan Pemkot Bandar Lampung,” ujarnya.
Secara hukum, hibah antar lembaga negara memang diperbolehkan. Namun, apabila hibah tersebut berpotensi memengaruhi independensi atau menimbulkan kesan “imbal jasa hukum”, maka situasi itu dapat dikategorikan sebagai conflict of interest, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan serta Kode Etik Penegak Hukum.
Selain itu, Pasal 3 dan 4 Kode Etik Jaksa RI mewajibkan setiap jaksa menjaga independensi, integritas, dan keadilan tanpa dipengaruhi pihak mana pun — termasuk pemerintah daerah pemberi hibah.
Jika hibah tersebut tidak dikelola secara transparan dan tanpa mekanisme pencegahan konflik kepentingan, maka seluruh perkara yang menyangkut Pemkot Bandar Lampung berpotensi cacat etik dan hukum bila ditangani Kejati Lampung.
Melihat potensi “kemandekan hukum” ini, LSM PRO RAKYAT menyatakan akan segera melaporkan dugaan tindak pidana korupsi Dinas PU Kota Bandar Lampung ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar kasus tersebut diambil alih dari Kejaksaan.
“Kami tidak menuduh personal, tapi kami melihat sistemnya sudah bermasalah. KPK harus turun tangan agar publik tidak kehilangan kepercayaan pada penegakan hukum di Lampung,” pungkas Aqrobin.
LSM PRO RAKYAT juga mengajak masyarakat, akademisi, dan mahasiswa untuk mengawal penegakan hukum dan mengawasi anggaran publik, agar tidak terjadi praktik tebang pilih atau kompromi dalam penanganan kasus korupsi.
“Uang rakyat bukan untuk membeli loyalitas lembaga. Jika Kejati Lampung bisa ‘dibungkam’ dengan dana hibah, maka keadilan dalam penegakan hukum sedang dikorbankan,” tutup Johan.