GAMAPELA Meminta Kejaksaan Agung Mengambilalih Kasus PT. LEB
Bandar Lampung (MI-NET) – Permasalahan PT. Lampung Energi Berjaya (PT. LEB) anak perusahaan dari BUMD PT. Lampung Jasa Utama (PT. LJU) yang merugikan negara Rp. 271 Milyar, rentan menjadi ajang negosiasi antara penegak hukum dan pihak Pemerintah Provinsi Lampung.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Umum DPP LSM Gamapela Tonny Bakri didampingi oleh Sekretaris Umum Johan Alamsyah, S.E saat bertemu awak media di Bandara Raden Intan, Branti, Lampung Selatan ketika baru tiba dari Jakarta.
” Kami baru tiba dari Jakarta beberapa saat yang lalu, seperti yang pernah kami sampaikan ke media sebelumnya, kami tengah menganalisa berdasarkan LHP BPK RI Tahun 2023 terhadap 15 Kabupaten/Kota serta Pemerintah Provinsi Lampung, salah satunya hasil telaah kami dengan tim investigasi Gamapela Institut. Berdasarkan LHP BPK RI dan Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Lampung adalah adanya kejanggalan penerimaan pendapatan Pemerintah Provinsi Lampung salah satunya PT. LEB, dan anggaran habis pakai di Pemerintah Provinsi Lampung, ” kata Tonny Bakri.
” Dalam pengelolaan minyak dan gas bumi, itu melibatkan Pemerintah Daerah dan nasional, seperti diatur dalam Permen ESDM no. 37 Tahun 2016 tentang Participacing Interes 10% pada Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi, yang wajib ditawarkan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) kepada BUMD, yang memberikan keuntungan atau profit kepada BUMD sehingga menambah PAD. Dan bertujuan menciptakan transparansi mengenai lifting, cadangan minyak dan cost explorasi dan produksi. Manfaat sepenuhnya adalah untuk peningkatan perekonomian daerah. Karena kasus PI ini melibatkan kerjasama antara Pertamina Hulu Energi (PHE OSES) dengan PT. LEB anak perusahaan dari BUMD PT. LJU, juga dari Laporan Keuangan dan LHP BPK RI Tahun 2023 bahwa Pemerintah Provinsi Lampung menyatakan penerimaan Pendapatan Pemerintah Provinsi Lampung Tahun 2023 tidak terealisasi oleh BUMD PT. LJU diduga dari Tahun 2021 penerimaan pendapatan tidak dibukukan oleh Pemerintah Provinsi Lampung, ” lanjut Johan Alamsyah, S.E.
” Diduga Kasus PT. LEB ini merupakan kejahatan yang terorganisir, terstruktur, kenapa kami katakan terorganisir, karena lalainya dan kesengajaan Pemerintah Provinsi Lampung dan DPRD Provinsi Lampung dengan menyerahkan ke anak perusahaan BUMD, seharusnya mereka membentuk BUMD tersendiri dengan kepemilikan langsung Pemerintah Provinsi Lampung dan Pemerintah Kabupaten Lampung Timur, sehingga deviden langsung ke penerimaan Pemerintah Daerah bukan ke perusahaan. Sehingga dalam mengawasi dan melakukan kontrol terhadap management PT. LEB Pemerintah Daerah dan DPRD tidak bisa, ini terkesan pembiaran. Mengakibatkan dana ratusan milyar dikelola secara semrawut tanpa mengacu perundang-undangan dan aturan yang berlaku. Dana tersebut seharusnya bisa bermanfaat untuk masyarakat Lampung malah disalahgunakan oleh oknum-oknum dan para petinggi di PT. LEB. Makanya Kejaksaan Agung RI harus mengambil alih kasus tersebut dan memanggil para wakil rakyat di DPRD Provinsi Lampung Tahun 2021-2023, bisa saja kami menduga, jangan-jangan oknum DPRD ikut juga cawe-cawe dengan dana sebanyak itu karena saat itu belum ada payung hukumnya, ” sambung Tonny Bakri.
” Menurut investigasi dan diskusi kami di Gamapela Institut, kasus ini harus ditangani oleh Kejaksaan Agung RI, karena harus di buka secara transparan kasus ini, siapa oknum pejabatnya, berapa sebenarnya lifting di WK OSES Tahun 2021-2023 bahkan 2024 ini, apakah sudah sesuai dengan aturan hukum kah PT. LEB sebagai anak perusahaan BUMD PT. LJU menerima PI 10%, sebagai bagian dari masyarakat Lampung kami akan segera bersurat ke Presiden Prabowo terkait Participacing Interes 10% (PI 10%) Wilayah Kerja Pertamina Hulu Energi-Offshore South East Sumatera ( WK PHE-OSES), jangan-jangan lebih dari 271 milyar, sehingga kasus ini bukan jadi ajang negosiasi, ” kata Tonny Bakri. (***)